Cara Website Pemula

Custom Search

Pendidikan Islam di Negara Barat

Oleh Agus Asrul Sani

Sebelum kita melengkah lebih jauh, kita terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk negara dalam konsep dan teori modern pada saat ini, terbagi menjadi dalam dua hal bentuknya suatu negara yang ada yaitu ;Pertama, Negara Kesatuan (Unitarisme). Kedua, Negara Serikat (Federasi). Negara Kesatuan merupakan suatu bentuk negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu penguasa dalam satu negara yang mengatur daerah untuk itulah ada dua macam pungsi, yaitu:
1. Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi yaitu semua peraturan yang berakaitan dengan negara langsung dari pusat sementara daerah-daerah hanya tinggal melaksanakannya.
2. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, yaitu kepala dearah yang menjadi pengatur perda masing-masing .
Sedangkan negara yang berserikat adalah kekuasaan asli dalam Negara Federasi merupakan tugas Negara Bagian, karena ia berhubungan dengan rakyat sementara Negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negara, pertahanan negara, Keuangan , dan Urusan Pos.
Maka terlihatlah bahwa Indonesia termasuk kepada bentuk negara yang pertama yang sangat mengedepankan umat yang berasaskan sistem pemerintahan yang Demokratis yaitu Negara yang pimpin pemerintahan tertinggi negara terletak di tangan rakyat sehingga rakyatlah yang memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan.




B. NEGARA, AGAMA DAN ISLAM
Negara dan Agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan yang amat serius yang berkelanjutan di kalangan para ahli yang masih simpang siaur apakah negara sebagian dari agama apa agama yang menjadi bagian negaradan apakah negara bagian dogma dari agama, negara sendiri secara umum sering diartikan sebagai persekutauan bagi manusia yang hidupnya secara sosial, oleh karena itu negara sebagai jalur horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia.
Dalam hal ini ada bebarapa konsep cara memahami hubungan agama dan negara yang menerut beberapa aliran paham :
1. Paham Teokratis negara menyatu dengan agama karena pemerintah menurut paham ini dijalankan atas firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat , berbangsadan negara dilakukan atas titah Tuhan.
2. Paham Sekuler Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman Tuhan meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentan denga norma-norma agama.
3. Paha Komunis norma ini bagi kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarak negara, sedangkan agama dipandang sebagai realitas fantastis makhluk manusia dan agama merupan keluhan makhluk tertindas.
Lebih-lebih lagi Indonesia bukan termasuk kepada golongan paham yang ke dua atau yang ketiga akan tetapi Indonesia termasuk kepada golongan yang partama yaitu paham Teokratis yang sesuai dengan kebudayaan ketimurannya. Setelah kita terangkan secara gelobal bagaimana hal-hal yang mungkin kita bisa memahami konsep agama dan negara dalam Islam harus terlebih dahulu kita memahami itu semua, jika itu semua kita sudah dapat memahami maka bolehlah kita berbicara secara gambalang tentang realitas agama dan negara terutama dalam Islam.
Dan terlebih lagi kita harus meahami tentang arti kata islam terlebih dahulu Karena kata Islam itu sendiri memiliki banyak arti yaitu; selamat dan menyelamatkan, bebas dari tekanan, saling melapangkan, dan lain-lain jika kita terjamahkan secara kontek bahasa lain akan mengarah kepada satu arah yaitu sampainya tujuan hidup kita semua yaitu rahmatan lil’alamin di dunia dan di hari kelak nanti.

C. RELASI ANTAR AGAMA DAN NEGARA
Sebelum melangkah lebih jauh lagi kita pahami terlebih dulu apa itu arti relasi agama dan negara ialah ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara islam sebagai (din) sedangkan negara sebagai (dawlah) sekarang pembahasan mulai kita kaitkan dengan berbagai pendapat itu, dalam islam hubungan antara agama dan negara sering dikaitkan dengan awal proses nabi Muhammad ketika berada di Madubah yang membangun sistem pemerintahan dalam sebuah negara kota dan di Madinah pula nabi menjadi kepala pemerintahan dan kepala suku agama.
Menyikapi hal yang seperti ini ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ‘posisi Nabi saat itu sebagai rosul yang bertugas menyampaikan ajaran al-Kitabbukan sebagai penguasa, kalaupun ada pemerintahan itu hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah agama.’
Dengan kata lain perlengkapan alat negara bukan suatu eksistensi sebuah agama sebagaimana mereka mengutip dari ayat suci Al-Qur’an : “sesungguhnya Kami telah turunkan Rosul-rosul Kami yang disertai keterang-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Kitabdan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan Kami turunkan besi, padanya ada kekuatan yang hebat dan menfaat-manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan (menolong) Rosul-Nya yang ghaib (dari padanya)”.Q.S 57:25). Dan sehingga mereka mengatakan bahwa agama yang benar wajib memiliki buku petunjuk dan pedang penolong, bagi mereka symbol pedang adalah sebagai suatu simbol mutlak bagi agama, akan tetapi kekuasaan bukanlah sebuah agama itu sendiri.
Dan menurut Syafi’I Maarif menegaskan bahwa dalam ayat suci Al-Qur’an istilah dawlah yang berarti negara tidak dijumpai dalam Al-qu’an akan tetapi dalam ayat suci Al-qur’an surat QS.al Hasy ayat 7, arti disitu bukanlah diartikan negara, akan tetapi melukiskan peredaraan atau pergantian tangan dan kekayaan, sehingga ada lagi yang menganggap bahwa prinsip-prinsip dasar kehidupan masyarak telah ditentukan dalam asunnah dan Al-qur’an tidak ada yang langsung dalam kaitan dengan ketatanegaraan.
Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritis politik islam ditemukan ada beberapa hal yang amat penting yang terangkum menjadi tiga paradigma (sudut pandang) diantaranya :
1) Paradigma integralistik adalah bahwa negara dan agama merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (integrated).
(agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu dan ini memberikan makna bahwa negara juga suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.)

2) Paradigma simbiotik bahwa hubungan agama dan negara dipahami saling membutuhkan dan bersifat timbal balik , saling menguntungkan antara agama dan negara.
(Antara agama dan negara merupan dua entitas yang berbeda tapai saling membutuhkan oleh karenanya konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya sosial contract tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syar’i).

3) Paradigma Sekularistik ini beranggapan bahwa ada pemisahan (desparitas) antara agama dan negara, jadi agama dan negara suatu bentuk yang berbeda dan dari keduanya tidak bisa saling intervensi. (agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing sehingga keberadaannya harus daipisahkan dan tidak beloh satu sama lain intervensi, berdasarkan pada pemahaman yang dekotomis ini mka hukum positif yang berlaku adanya hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum agama (syar’i).


D. AWAL SEJARAH KERUNTUHAN ISLAM

Diawali dengan kebangkitan dan perluasan negara-negara Eropa yang berada di sebrang lautan telah menggerakan proses sejarah yang menjurus kepada kehancuran dunia Islam dengan lebih cepat, rentetan daerah-daerah dan tahun-tahun dapat memberikan gambaran jelas bagaimana dunia Islam diremuk di antara roda kemajuan nasionalisme Eropa.
Transsylvania dan Hugaria cepat jatuh ketangan Austria (1699) diikuti oleh Bosnia dalam tahun 1878. Di tahun 1830 Yunani memerdekakan dirinya sesudah revolusi yang disokong oelh negara-negara Barat dan di tahun 1878 menyusul Rumania, Bulgaria, Serbia dan Montenegro. Perang Balkan pada tahun 1911 merupakan pembebasan di eropa, dan hanya sebagian kecil saja di sebelah utara Istambul yang tetap di bawah kerajaan Usmani.
Sementara itu Rusia telah melakukan Azoz (1774), Krimea (1783) dan Bessarabia (1812). Daerah-daerah yang luas dari wilayah islam di Asia Tenggara jatuh ke bawah kekuasaan Rusia dalam abad kesembilan belas (19). Seperta apa yang di sebut dengan Republik Sovyet Islam seperti Azerbaizan, Kazakhistan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tadzikistan dan Kirghizistan hingga dewasa ini termasuk daerah Uni Soviet. Persia dan Afganistan menjadi biang sengketa bagi imperialisme Inggris dan Rusia.
Sementara itu Inggris telah menaklukkan India, menghancurkan dinasti Mogul (1859), menduduki Malaka (1811), menguasai pantai-pantai Arabia selatan dan timur (sekitar 1840), Mesir di tahun 1882 dan Sudan di tahun 1898. sedangkan kepulawan Indonesia dikit demi sedikit jatuh kebawah kerajaan Belanda dan titahun 1903 Kesultanan Aceh yang megah iru digulingkan.
Aljazair sesudah perlawanan yang gagah berani di bawah peimpinan Abdul Qadir meninggalkan kesan mendalam juga di luar dunia arab (1845), Tunisia (1881) dan Maroko (1912) semuanya jatuh ketangan Pranci, sedangkan Italia pendatang kemudian di kalangan negara-negara colonial Barat menduduki Tripolitania di tahun 1911. hanya beberapa daerah Yaman, Nejd, Hejaz dengan Mekkah dan Madinah dan pusat daerah Turki dibiarkan oleh kebaikan hati negara-negara besar tetap bebas dari dominasi asing. Ini juga selanjutnya berubah sesudah menjadi perang Dunia pertam sehingga berpengarus dalam kancah dunia pendidikan Islam dinusantara dan seluruh Umat Islam yang ada dunia.
Seperti kerap terjadi dalam sejarah suatu bangsa, tekanan dari luar menimbulkan perlawanan dai dalam negri. Di abad 19 Pan-Islamisme yang berdasarkan gagasan berpengaruh dari Jalaluddin (seharusnya: Jamaluddi) al Afghani (m1879) telah timbul untuk menyatakan kesatuan dunia Islam yang di pengaruhi dan untuk melawan pengaruh politik dan kebudayaan Barat. Muridnya Muhammad Abduh (m1905) memberikan arah pembaharuan yang berarti bagi pemikir keagamaan Islam.
Dalam jurusan yang berlainan sekali dan lebih bersifat local, ialah meunculnya pemimin agama baru Mahdi di Sudan (1883-1891). Gerakan ini tertindas dengan susah payah oleh kekuatan tentara Inggris-Mesir. Semantara itu di Nejd di Arabia tengah timbul gerakan yang menimbulkan akibat politik yang lebih besar kaum Wahabi. Dan pemimpin mereka adalah Muhammad Ibnu Abdul Wahab (m1791) menghimbau untuk kembali kepada Islam asli di zaman Nabi. Atas dukungan metuanya Raja Najd.
Penjajahan bangsa barat menerkam kami satu persatu , merobek-robek kami berkeping keeping sehingga sudah diperas. Kami dibiarkan saling membenci dan baku-hantam untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan kita . Begitu kejamnya penjajahan yang telah dilakukan oleh kaum penjajah sehingga kebudayaan serta pendidikan yang telah berkembang pesak dikalangan umat Islam hancur dengan adanya kaum-kaum Imperialis Barat. Dan pada akhir semua itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Timur Tengah bahkan perkembangan pendidikan yang berada di tanah air Indonesia turut ikut dengan berbagai perkembangan pendidikan yang sudah terkontaminasi dengan perubahan-peruban yang sangat berbahas bagi generasi yang akan datang.
E. Tinjawan Prospektif
Pendidikan Islam di Negara Barat
Melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai, sejarawan membagi beberapa kemajuan pendidikan dan Ilmu Pengetahuan yang dicapai oleh Umat Islam pada masa Abbasiyah antara lain:
1. Terdiri dari sembilan Khalifah (dari tahun 132 H-232 H / 750 M-847 M) yaitu Abdul Abbas (749-754 M), Al Rasyid (764-775 M), Al Mahdi (775-785 M), Al Hadi (785-786 M), Harus Al Rasyid (786-809 M), Al Amin (809-813 M), Al Ma’mun (813-833 M), Al Mu’tashim (833-842 M), dan Al Watsiq (842-847 M).
2. Dimulai dari khalifah Ke-X, Al Muttawakil (847-861 M) dan berakhir pada Khalifah Ke-XXXVII Al Musta’shim (1258 M).Fase kedua ini lebih dikenal sebagai masa ketidak stabilan yang berkesinambungan .

Ketika Clausewitz mengemukakan teori yang menyatakan bahwa untuk mengalahkan lawan, kuasi negaranya dan alat perangnya . Maka terlihatlah bahwa kemajuan islam sangat maju pesat pada masa kejayaan Islam sebelum datangnya kaum imperialis kebangsa-bangsa yang berada di timur tengah, terlebih lagi ada bebeapa yang mengukapkan dari kaum tersebut bahwasanya suatu bangsa ketika itu harus dilawan dan mengawasi negara orang lain dan setelah itu barulah alat-alat perangkat perang setelah itu barulah pendidikkannya, untuk itu bangsa islam pada saat itu sangat maju dengan ilmu pengetahuannya.
Dan akan tetapi dengan adanya peperangan yang amat besar yang bertubi-tubi terhadap umat islam pada saat perang yang mengatas namakan Perang Salib yang terjadi sekitar abad ke-19.

F. TANTANGAN GLOBAL

Dalam perjalanan memasuki abad ke -21, era millenium ketiga, kesadaran global tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan kehendak untuk menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan (human centred development) tampak semakin jelas. Berbagai pertemuan internasional yang diprakarsai oleh UNESCO untuk menyoroti tema sentral tersebut telah diselenggarakan. Dalam dekade terakhir abad ke 20, pertemuan-pertemuan internasional, dari Jomtien ke Amman, dari Rio de Janeiro ke Cairo, dari Copenhagen ke Beijin, dari Istambul ke Roma, dari New Delhi ke Bali, dan dari Hamburg ke Mexico, mulai 10-14 April 1999, kembali lagi semangat itu diangkat dengan tema sentral Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan (Education for All and All for Education) sebagai wujud kesadaran global terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran ini diperkuat oleh berbagai kenyataan yang terjadi secara meluas baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang

Pertama, suasana ketidakpastian dalam ekonomi dunia yang ditandai dengan resesi dunia yang berkepanjangan, menuntut kemampuan seluruh bangsa di dunia untuk meningkatkan produktivitas nasional mereka masing-masing. Dalam keadaan mereka tidak bisa menyandarkan lagi terhadap sumberdaya alam maka pilihan satu-satunya ialah meningkatkan nilai tambah produk-produk industri dengan mendayagunakan keterampilan dan keahlian dalam berbagai bidang. Berdasarkan hal tersebut, maka UNESCO dalam berbagai pertemuan internasionalnya rnengangkat tema perberdayaan (empowerment) yang sesungguhnya dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional dan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
Selain itu, kecenderungan-kecenderungan yang terjadi di kawasan Asia dan Pasifik akan tetap diwamai dengan kebhinekaan kepentingan. Yang menjadi persoalan mendasar adalah bagaimana menciptakan suasana kehidupan ekonomi, sosial dan politik sehingga kebhinekaan ini menjadi suatu kekuatan. Rekonsiliasi berbagai perbedaan kepentingan yang telah menjadi kecenderungan di kawasan Asia dan Pasifik perlu diupayakan secara maksimal. Perbedaan latar belakang budaya dan bahasa tampak sangat besar dalam kehidupan masyarakat di kawasan ini. Taraf kemajuan pembangunan pendidikan, sosial-ekonomi, politik dari iptek tampak sangat bervariasi.
Walaupun Eropah mempunyai banyak bahasa seperti: Inggeris, Belanda, Francis, Jerman dan Spanyol, semuanya berakar dari sumber oleh sebab itu reformasi pendidikan dan pengembangan SDM perlu diarahkan untuk menjawab tantangan global melalui peningkatan mutu dan relevansi pendidikan secara lebih meluas dan merata sehingga setiap anak Indonesia dapat meningkatkan kemampuannya secara maksimal.
Kedua, sebagai bangsa yang sedang mengalami proses industrialisasi, masyarakat dari negara-negara berkembang tampaknya berupaya sekuat-kuatnya untuk terus berkembang dan bergeser dari strukturnya yang tradisional menuju struktur moderen. Namun demikian, pergeseran ini ditandai beberapa indikator penting, di antaranya ialah pergeseran struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan struktur masyarakat tersebut berdimensi amat rumit sehingga menimbulkan perubahan mendasar di dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Semua ini menuntut langkah-langkah nyata untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat dan proses belajar yang tidak mempunyai batas (learning without fron-tiers).
Ini berarti bahwa hanyalah pendidikan seperti itu yang sama sehingga mempunyai perbedaan yang relatif lebih kecil dibanding dengan negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik. Bahasa Arab, China, India, Melayu, Indonesia, Thai, Inggersis adalah bahasa-bahasa yang sangat berbeda. Perbedaan budaya di negara-negara kawasan Atlantik lebih sedikit di banding di Pasifik. Akibatnya kemungkinan timbulnya rasa kecurigaan, kesalahfahaman, saling tidal percaya antara bangsa mempunyai intensitas yang lebih tinggi di kawasar Asia dan Pasifik. yang dapat membawa proses transformasi bangsa ke arah tatanan kehidupan masyarakat maju.
Untuk memacu pengembangan kualitas sumberdaya manusia, Malaysia misalnya melalui pembangunan pendidikan dengan wawasan keunggulannya bertekad untuk menjadi negara maju menjelang tahun 2020. Meskipun pencanangan wawasan keunggulan itu baru dimulai pada tanggal 28 Pebruari 1991, Malaysia ternyata telah mencapai prestasi pembangunan yang relatif lebih maju di banding Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan. Demikian pula Filipina dalam era kepresidenan Fidel Ramos, negara itu kembali memperkuat wawasan keunggulan dalam semua segmen pembangunan pendidikan dengan orientasi yang kuat ke masa depan (To Win the Future). Meskipun wawasan keunggulan itu baru dicanangkan dalam suatu gerakan New Vision of Society, namun langkah itu telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Meskipun kedua negara tetangga ini dilanda krisis serupa seperti yang dialami Indonesia, namum mereka mempunyai kondisi yang jauh lebih stabil.
Ketiga, globalisasi yang semakin menggejala ini telah mengakibatkan batas-batas politik, ekonomi, dan sosial-budaya antar bangsa menjadi begitu transparan. Globalisasi menimbulkan persaingan antarbangsa yang semakin tajam terutama dalam bidang ekonomi serta bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya negarayang unggul dalam bidang ekonomi dan penguasaan iptek sajalah yang akan dapat mengambil manfaat besar bagi globalisasi. Keunggulan dalam bidang dekonomi dan teknologi dapat dicapai terutama dengan SDM yang berkualitas. Jika kualitas SDM suatu negara lemah, maka banyak pelnang yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, terlewatkan atau terbuang sia-sia.
Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain, paradigma pembangunan secara keseluruhan perlu berubah dari ekosentris ke homosentris. Kekayaan alam suatu bangsa tidak lagi dapat dijadikan jaminan yang kelak menentukan taraf kemajuan suatu bangsa. Kenyataan menunjukkan bahwa hanyalah bangsa yang telah sadar membenahi pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM ternyata dapat menguasai secara ekonomi dan politik negara-negara yang kaya dengan sumberdaya alam tetapi dengan kualitas SDM yang rendah.
Keempat, tantangan lain yang cukup mendasar ialah terjadinya gejala yang dapat disebut kolonialisme dalam penguasaan iptek (science and technology imperialism). Dalam abad pasca kolonialisme selepas perang dunia cedua, bentuk-bentuk penjajahan politik sudah semakin berkurang di dunia, walaupun masih terjadi dalam skala lecil di beberapa belahan dunia. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa kolonialisme dalam bidang-bidang lain seperti dalam bidang ekonomi, budaya, dan Iptek juga urut di dalam percaturan dunia. Dengan demikian, pewaspadaan dan kesadaran untuk membendung merasuknya kolonialisme baru di bidang Iptek dan konomi, menggantikan kolonialisme politik yang sudah semakin kecil skalanya, sejak tahun 1960-an dalam tubuh negara-negara berkembang tampak semakin menguat. Inprialisme baru ini hanya dapat dihindari apabila ikhtiaran pelaksanaan pembangunan pendidikan secara pungsional diarahkan bagi kepentingan semua warga dan semua berperan secara sungguh-sungguh untuk pendidikan (Education for All dnd All for Education).

G. TRANSFORMASI IPTEK DENGAN LANDASAN
NILAI-NILAI ISLAM

Ada anggapan bahwa agama dan sains pada tingkat tertentu berjalan tidak paralel, sehingga muncul pemi-kiran yang mengisyaratkan adanya dikotomi ilmu penge-tahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Karena itu, diperlukan adanya usaha yang diharapkan bisa mengin-tegrasikan keduanya. Di samping itu, ada anggapan lain bahwa kebudayaan dewasa ini yang sangat didominasi sains atau iptek cenderung menjauh dari norma dan nilai-nilai agama. Dengan adanya usaha integrasi agama dan iptek diharapkan memunculkan dampak terhadap suatu transformasi atau perubahan, yaitu yang pada awalnya kebudayaan diprediksikan cenderung kepada sesuatu yang tidak selaras dengan agama kemudian bisa dialihkan ke arah yang lebih selaras.
Sebagaimana kita ketahui bahwa iptek adalah produk unggulan budaya manusia yang dinilai melebihi produk budaya lainnya. Sebagai produk budaya, iptek tidak terlepas dari subyektivitas sang penemu atau sang pengembang. Dengan kata lain, iptek tidak bebas nilai, bahkan sarat dengan nilai. Antara lain adalah nilai ekonomi, dalam pengertian bahwa dalam iptek terkandung usaha dari para penemu atau pengembangnya untuk men-dapatkan nilai tambah yang bisa memberikan keuntung-an ekonomi.
Hal ini bisa dilihat dari adanya pelembagaan paten dari suatu penemuan (invention) dan pembaharuan (inovasi). Untuk mendapatkan akses kepemilikan hak paten dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Misalnya dalam bidang riset angkasa luar, maka salah satu bentuk aplikasi riset ini adalah satelit yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan militer, ramalan cuaca, komunikasi, dan televisi. Sedangkan untuk membuat perangkat keras satelit tersebut hingga peluncuran dan operasionalnya dibutuhkan dana milyaran rupiah.
Meskipun iptek sarat dengan nilai, tetapi tidak serta-merta buruk dan,bertentangan dengan nilai-nilai agama. Bahkan memberikan peluang untuk mengisinya dengan nilai-nilai agama sebagaimana yang kita kehendaki. Karena itu, upaya transformasi iptek dengan nilai-nilai agama sangat dimungkinkan. Namun, terlebih dahulu perlu dipahami bahwa tidak semua aspek dari iptek mempunyai sisi negatif. Masih banyak sisi iptek yang positif dan sejalan dengan nilai-nilai agama, misalnya penemuan dalam bidang teknologi kedokteran seperti peralatan bedah mutakhir, dan obat-obatan yang memungkinkan penyembuhan berbagai jenis penyakit adalah sangat sejalan dengan nilai-nilai agama. Atau penemuan bahan kimia yang memungkinkan hasil produksi pertanian melimpah, dan masih banyak contoh positif lainnya yang menunjukkan keperolehan antara nilai agama dan iptek.
Tetapi ditinjau dari sisi lainnya, berkat kemajuan iptek dapat dikembangkan juga senjata pemusnah berat dan ini sangat bertolak belakang dengan rasa keadilan umat manusia bila dipergunakan untuk merusak dan menghancurkan tatanan kehidupan semua makhluk hidup ciptaan Tuhan, dan secara otomatis bertentangan dengan nilai-nilai agama.(lihat: QS. 30: 41). Namun muncul suatu-pertanyaan; mungkinkah manusia tidak perlu mengembangkan senjata? Bukankah upaya mengembangkan senjata merupakan bagian dari manusia itu sendiri untuk melindungi dirinya dari serangan musuh?
Pertanyaan di atas sama dengan komentar; dari sisi mana upaya transformasi iptek yang dapat dilandasi ajaran agama? Mahdi Ghulsyani mengatakan bahwa upaya mengembangkan iptek kapan saja bisa dilakukan sepanjang iptek yang dikembangkan itu sesuai dengan tujuan keberadaan umat manusia, bukan untuk menghan¬curkan martabatnya.

Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa tujuan diciptakan umat manusia adalah untuk menyem-bah Tuhan.(QS. 51: 56). Untuk itu kita melihat dua ke-cenderungan yang diusahakan oleh ilmuwan muslim untuk melakukan transformasi iptek selaras dengan ajaran agama:
a). Umat Islam harus mempelajari dan mengembangkan iptek seperti apa yang berkembang saat ini disertai dengan sikap yang kritis dan selektif. Atau dengan kata lain, selalu melakukan aktivitas yang mengarah pada daya tindak dan daya pikir yang ilmiah (scien¬tific inquiry) sehingga memiliki suatu kematangan
intelektual yang mapan dan tingkat penghayatan spiritual yang tinggi. Upaya ini diharapkan bisa meng-hasilkan suatu saham atau kontribusi dari umat Islam bagi pengembangan iptek yang berguna bagi kelang-sungan hidup umat manusia. Langkah semacam ini dinilai lebih mudah untuk merealisasikannya, asal-kan umat Islam benar-benar bekerja keras dan sangat serius dalam belajar serta tidak kenal lelah. Langkah ini juga yang ditempuh negara-negara baik yang menamakan diri sebagai negara Islam maupun yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
b). Langkah kedua adalah menyusun dan mengagenda-kan program Islamisasi iptek. Untuk merealisasikan program ini tidak semudah hanya semacam meren-canakan suatu planing, tetapi diperlukan kematangan pikiran, perhatian dan energi yang relatif luar biasa besarnya dari para cendekiawan Islam serta menda-pat dukungan moral dari umat Islam sendiri terutama dari pemerintah (berkaitan dengan ketersediaan dana). Usaha ke arah Islamisasi iptek ini sebenarnya telah dirintis oleh Prof Dr Ismail R Faruqi melalui makalahnya Islamisation of Knowledge. Langkah ini dinilai sebuah metode yang sangat revolusioner karena akan membongkar paradigma iptek dan buku-buku teks yang sampai saat ini masih beredar serta berusaha menggantinya dengan paradigma baru. Syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk mereali¬sasikan langkah ini adalah menyiapkan dan menye-diakan sumber daya manusia yang berkualitas dan penuh dedikasi dan yang tak kalah penting adalah menyediakan. dana yang reladf cukup banyak .

H. TINJAUAN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
DI NEGARA ISLAM
Bagi umat Islam Indonesia khususnya dalam menyikapi perkem¬bangan iptek yang sangat pesat ini dan langkah yang akan dilakukan untuk transformasi iptek dengan nilai-nilai agama adalah setidak-tidaknya ada dua sikap dimunculkan:
Pertama, Umat Islam Indonesia harus berusaha ikut berpartisipasi dalam upaya menguasai dan berkompetisi untuk pertumbuhan dan perkembangan iptek di masa mendatang. Dan kita harus benar-benar menya-dari bahwa umat Islam secara makro sangat tertinggal di bidang penguasaan iptek. Namun, dengan adanya peningkatan kepedulian umat Islam terhadap perkembangan iptek akhir-akhir ini berarti merupakan langkah awal sebagai jawaban untuk mengejar ketertinggalan yang dirasakan, karena itu perlu adanya strategi untuk mencapai tujuan yang dimaksud antara lain:
a). Mempelajari dan menguasai kecenderungan terdepan daripertumbuhan dan perkembangan iptek (the state of the art of science] .
b). Melakukan usaha pribumisasi dari hasil studi pada butir pertama (a) dan harus disesuaikan dengan kon-disi lokal suatu bangsa. Karena banyak data yang menunjukkan bahwa faktor lokal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan iptek, misalnya pesantren salaf yang masih "alergi" terhadap perubahan.
c). Mengembangkan hasil usaha yang dicapai pada butir kedua (b) yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan bangsa.

d). Mengembangkan sains yang dinilai sesuai dengan norma yang disepakati oleh agama dan bangsa secara menyeluruh.
e). Membentuk lembaga etika yang berfungsi untuk melakukan kajian terhadap kecenderungan-kecen-derungan baru iptek yang bersentuhan dengan masa-lah moral bangsa.
Kedua, umat Islam Indonesia terlebih dahulu harus memiliki sikap kritis (sense of critic), inovatif (sense ofeno-vation), modernis (sense of modernisation) dan memahami teori keseimbangan (theory of equilibrium) dengan baik sebagai bekal untuk menilai secara selektif terhadap per-tumbuhan dan perkembangan iptek yang sangat pesat ini, sehingga bisa membuat konsep atau program yang diharapkan untuk meminimalisasi dampak negatif iptek yang akan dihadapi masyarakat luas. Konsep atau pro¬gram yang menjadi planing itu setidak-tidaknya bisa memberikan solusi atau jalan keluar dari kemelut yang ditimbulkan dampak negatif perkembangan iptek. Misalnya, sesuatu yang menyangkut ketenagakerjaan (penggunaan robot versus tenaga manusia), perubahan-perubahan sosial yang ditimbulkan akibat diperkenalkannya suatu produk iptek (kasus diperkenalkannya program KB yang hingga kini masih berdampak pada remaja), kesenjangan kaya miskin atau perbedaan untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber produksi (kasus pinjaman Edy Tanzil di Bank, kemudahan yang diperoleh Gemala atau Kanindoteks), ketimpangan untuk memperoleh infor-masi (negara maju versus negara berkembang, kota versus desa, IBB versus IBT, Jawa versus luar Jawa), dan sebagainya.
Dalam kaitan ini keberadaan mahasiswa sebagai ilmuan muda yang dikenal sebagai kelompok masyarakat yang memiliki intelektual dan intelegensi yang tinggi berada pada posisi yang sangat sentral. Pelaku iptek di banyak perguruan tinggi ternama di luar negeri sebenarnya dilakukan pleh para mahasiswa baik yang mengambil jenjang SI, S2 maupun S3. Sedangkan fungsi dan kedudukan dosen dan guru besar hanya lebih banyak memberikan rangsangan dan sebagai tempat konsultasi. Kemudian mereka (baik para mahasiswa maupun dosen dan guru besar) bekerja sama dalam memajukan dan mengembangkan iptek berbeda jauh dengan situasi dan kondisi perguruan tinggi yang ada di Indonesia, sehingga muncul suatu pertanyaan; bagaimana upaya mengoptimalkan peran mahasiswa Indonesia sehingga mereka benar-benar punya kontribusi terhadap pengembangan iptek?
Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan para mahasiswa dalam menimba berbagai disiplin ilmu, yang harus dibenahi terlebih dahulu terutama struktur dan sistem yang diterapkan. Perguruan tinggi di Indonesia hingga saat ini masih mencari bentuk yang dinilai ideal untuk merangsang daya pikir dan daya tindak para maha¬siswa. Program Tri Darma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian dan pengabdian) yang diterapkan di masing-masing perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang dinilai berjalan baru darma pengajaran (itu pun belum optimal). Dari ketiga darma itu belum ada satu kesatuan.
Yang bisa mengangkat peran para mahasiswa, khususnya darma penelitian. Padahal darma penelitian inilah sebe-narnya yang menjadi jantung penggerak kegiatan daya tindak dan daya pikir mahasiswa yang mengarah pada pengembangan iptek. Sementara sisi yang umum ini belum berjalan baik, mana mungkin bisa sebuah pergu-ruan tinggi memasukkan nilai-nilai agama dalam pengem¬bangan iptek?
Karena itu, umat Islam (baca: perguruan tinggi) yang ingin berperan serta dalam pengembangan iptek yang bernuansa nilai-nilai agama sangat memerlukan:
(1) Energi lebih. Namun, sungguh disayangkan dan harus disadari secara serius oleh umat Islam bahwa energi yang dipersiapkan untuk pengembangan iptek sangat lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari negara maju.
(2) Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu hams memiliki jiwa menjelajah (adventure) karena relevan dengan beban yang diletakkan di pundaknya sebagai pengembang iptek. Banyak penemuan baru di bidang iptek sebagai buah dari hasil penjelajahan yang dilakukan tanpa kenal lelah dan tiada henti-hentinya, misalnya teknologi komputer dan informatika.
Jiwa menjelajah yang hams dimiliki setiap orang sangat sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an. Banyak ungkapan yang termaktub dalam Al-Qur'an agar umat manusia (baca: umat Islam) melakukan penyelidikan bebas terhadap alam semesta dan mempergunakan otaknya semaksimal mungkin. "Katakan/Perhatikan apa-apa yang ada di langit dan di bumi." (QS. 10:101). "Tidakkah kamu lihat bahwa Allah telah memperuntukkan bagimu segala apa yang di langit dan segala apa yang di bumi?"(QS. 31:20). "Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di sekitar jagat raya dan pada diri-diri mereka hingga menjadi jelas bagi mereka bahwa ia (Islam) itu benar. "(QS. 41: 53)
Al-Qur'an juga menyuruh umat manusia agar selalu berpikir dan memperhatikan diri manusia sendiri. "Dan pada dirimu, mengapa tidak kamuperhatikan?”(QS. 51:21). "Atau tidakkah mereka memikirkan tentang diri mereka?" (QS. 30: 8). Di samping itu, Al-Qur'an melarang umat Islam mengikuti atau mengamalkan hal-hal yang tidak ilmiah semisal sihir, santet, tenung dan sebagainya. "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempu-nyai ilmu tentangnya." (QS. 17: 36)
(3) Upaya merealisasikan langkah di atas tidak begitu mudah, perlu usaha yang sangat serius dan penuh perjuangan yang tak kenal lelah. Karena itu, umat Islam harus benar-benar mencamkan firman Allah untuk dijadikan bekal sehingga memiliki pandangan yang jauh ke depan. "Dan orang-orangyang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah senantiasa beserta mereka yang berbuat kebajikan. "(QS. 29: 69).
Berkaitan dengan ini, kemurnian mahasiswa sebagai gerakan moral (moral force) dan agen perubahan (agent of changes) akan dapat banyak membantu dalam upaya pengembangan umat manusia yang seimbang dalam semua dimensi material-spiritual, demokratis dan berjiwa kerakyatan. Lebih Janjut, dunia pesantren sebagai lem-baga sistem pendidikan lokal tertua di Indonesia dengan berbagai pengalamannya yang sangat panjang harus terus digali dan diadaptasikan dengan perkembangan dunia yang terus berubah. Barangkali itulah makna dari; "Apa bila kamu telah selesai melakukan sesuatu pekerjaan, maka rencanakanlah pekerjaan berikutnya. Hanya kepada Allah-lah kamu berharap." (QS. 94: 7-8)
Majalah Newsweek, edisi 5 Desember 1994, memuat wawancara menarik dengan Victor Riley, seorang banker yang berhasil. Tema wawancara adalah konsep pendidikan tinggi masa depan dan kaitannya dengan perkem¬bangan iptek mutakhir, "High Tech and Higher Ed". Riley berpendapat bahwa pendidikan di masa depan akan me-rasakan revolusi teknologi yang bisa merubah pola kehidupan umat manusia di muka bumi. Revolusi iptek yang paling dominan adalah teknologi informasi. Dan pada dasarnya mekanisme kerja adalah lebih mengarah untuk memproses informasi daripada memproses bahan men-tah. Berkat kecanggihan teknologi informasi, universitas-universitas di masa mendatang lebih sebagai more learner centered daripada sebagai class room based . Ini diharapkan para pencari kerja (job seeker) adalah mahasiswa yang mempunyai pikiran dan sikap yang dewasa serta memperhitungkan sedemikian jauh dalam menetapkan jalur kariernya untuk meraih kesuksesan. Apabila ada perguruan tinggi yang tidak dapat mengantisipasi kecenderungan semacam di atas maka perguruan bersangkutan akan menjadi sejarah masa lampau.
Sejalan dengan pemikiran Riley, Paul Kennedy memperingatkan bahwa dalam menapak abad ke-21 menuju masyarakat yang global akan senantiasa terjadi tarik-menarik antara dunia pendidikan dan katastrop, yaitu ledakan penduduk, kerusakan lingkungan dan kemampuan umat manusia membunuh dalam skala massal. Karena itu, lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi harus bersikap fleksibel dalam segala bidang, dan dituntut dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara kondisional. Fleksibelitas ini membuat frekuensi mahasiswa yang melakukan cuti panjang sangat tinggi karena tuntutan kerja.
Dan di lingkungan kerja pun terjadi persaingan yang sangat kompetitif sesuai dengan adanya jenjang karier yang sangat cepat. Keberadaan mahasiswa di masa mendatang pada tahap awal hanya kuliah selama dua tahun, kemudian mengajukan cuti untuk memasuki dunia kerja, setelah mengetahui liku-liku dunia kerja, masuk kuliah lagi, lantas mencoba kembali masuk dunia kerja, dan pada tahap akhir berusaha menyelesaikan kuliahnya. Hal ini menuntut perubahan kurikulum dan administrasi yang benar-benar fleksibel.
Kecenderungan ini juga akan menyebabkan adanya perubahan terhadap institusi sosial. Maka di masa men¬datang, saran Paul Kennedy, yang diperlukan adalah kerja sama pada semua aras (agama, suku, etnis, masyarakat dan bangsa). Dalam kerja sama itu peranan agama dan institusinya sangat penting dalam memberikan arah dan pedoman bagi para pemeluknya yang senantiasa mengalami ketidak pastian hidup, seperti yang menimpa mayoritas rakyat Amerika Serikat yang cenderung semakin konservatif dalam memahami agama. Karena itu diperlukan adanya pemerintahan yang tanggap dan dapat menyesuaikan diri serta antisipatif terhadap perubahan-perubahan dan tantangan-tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Demikian juga, para pengelola dan civitas akademika perguruan tinggi harus pandai dalam mengantisipasi gejolak zaman agar tidak mudah dilindas perubahan yang senantiasa bergerak cepat berkat kemajuan yang dihasilkan iptek.
Sebab itu, umat Islam tidak boleh terlalu terbuai dan hanya mengagumi terhadap kecanggihan yang dihasilkan iptek namun harus bisa menyikapi secara kritis dan arif, karena setiap tindakan dan sikap terhadap sesuatu apa pun harus di pertanggungjawabkan di hadapan Sang Khalik. Apalagi sudah mengetahui bahwa kemajuan iptek, terutama bidang teknologi informasi, mudah di-salah gunakan kecanggihannya. Misalnya, tontonan pornografi (cyberporn) yang bisa merusak moral suatu masyarakat terutama bagi anak-anak di bawah umur. Demikian juga, digunakan oleh para penjahat untuk pembobolan bank melalui akses online. Bagi seorang muslim, kemampuan yang dimiliki senantiasa diarahkan untuk membawa salamat bagi seluruh penghuni jagat raya (rahmatan LIl 'alamin), terutama kebaikan dan perbaikan kehidupan umat manusia.
Sebenarnya peranan agama punya pengaruh yang cukup vital terhadap pengembangan iptek dan kemajuan ekonomi suatu bangsa, bukan seperti yang dituduhkan banyak kalangan bahwa agama menjadi kendala bagi terbentuknya masyarakat modern yang ilmiah. Tesis ini seperti yang pernah dikemukakan F. Fukuyama dalam bukunya The End of History, yang sebagian cuplikannya, "The character of civil society and its intermediate associa¬tions rooted as it is in non rational like culture, relegion, tradition, and other premodern sources, will be key to the success of modern societies in a global economy". Kalau kita sepakat dengan pendapat F. Fukuyama maka agama yang disebut sebagai salah satu faktor nonrasional akan menjadi kunci sukses terbentuknya suatu masyarakat modern dalam tataran ekonomi yang mengglobal.
Memangapa yang dikemukakan di atas belum menunjukkan kepada kepraktisan di lapangan. Karena itu, gambaran teoritis tersebut hanya dapat bermakna dan berdaya guna lebih luas lagi bila dipraktekkan secara terus-menerus dalam kehidupan nyata, antara lain dalam kehidupan dunia akademis. Bukankah memang ada satu kesatuan antara keyakinan dan praktek serta antara iman dan amal shaleh?

I.KESIMPULAN
Di akhir era memasuki abad XXI, banyak kejutan yang muncul dari produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi canggih (iptek) seperti keberhasilan kloning terhadap domba yang diberi nama Dolly oleh laboratorium lan Walnut, Roslin Institut di Skotlandia. Respon terhadap masalah ini sangat menggema ke seluruh penjuru dunia. Berbagai media massa ternama di dunia membuat laporan utama. Intinya, semacam ketakutan terhadap masa depan eksistensi manusia karena kemajuan iptek di bidang biologi. Sehingga muncul pertanyaan, bisakah mengkloning manusia? Hampir semua agamawan menolak isu kloning ini (termasuk biolog Munawar Anees). Kasus di atas merupakan salah satu tantangan kemanusiaan dari berbagai permasalahan yang dihadapi umat beragama, khususnya umat Islam, di penghujung abad XX. Apalagi, di abad Xxi, tentu saja permasalahan yang dihadapi jelas semakin kompleks, baik di bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. mengajak berdiskusi lebih jauh dan mendalam untuk mencari problem solving terhadap permasalahan yang sedang dan akan dihadapi umat Islam.

Dalam Al-Qur'an lafal Allah paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan lafal-lafal lainnya Kata manusia atau lafal al-nas yang termaktub dalam Al-Qur'an paling banter hanya sepertiganya, dan lafal 'alam (alama semesta) lebih sedikit daripada kata manusia. Lafal Muhammad cukup banyak disebutkan dalam Al-Qur'an, bahkan ada satu surat (47) menggunakan nama Muham¬mad. Juga, sebutan terhadap berbagai identitas umat manusia cukup banyak di antaranya orang beriman, orang bertakwa, orang berilmu, orang kafir, orang lalim, orang munafik, dan banyak lagi lainnya. Sedangkan sifat-sifat Allah yang paling banyak disebut-sebut dalam Al-Qur'an.
Ada lima, yaitu Maha Penyayang, Maha Mengetahui, Maha Pengampun, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa. Banyak dan sedikitnya lafal yang disebutkan dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa posisi Sang Pencipta atau Kreator sangat dominan dalam menentukan kehidupan enghidupan semua unsur yang ada di alam semesta pengakuan terhadap Allah SWT yang ajaran-ajaran dimasyarakatkan oleh Nabi Muhammad saw merupukan jantung dari kehidupan orang-orang beragama. sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an, "Dialah mengutus Rasul-Nya dengan membawapetunjuk dan yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agamat. Dan cukuplah Allah sebagai saksi."(QS. 48: 28). Dengan demikian ajaran Allah sebenarnya mempunyai dimensi waktu, yaitu lampau, kini dan mendatang.
Dimensi lampau menunjukkan bahwa Islam mengajarkan sesungguhnya umat manusia tidak boleh lupa catatan sejarah. Atau dengan kata lain, masa lampau merupakan tonggak sejarah untuk dijadikan sebagai ibrah guna dipetik hikmah yang terkandung di dalamnya. Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah juga belajar dari pengalaman-pengalaman para nabi dan rosul terdahulu.
Memang, pada dasarnya peradaban umat manusia mengenal monopoli suatu masa tertentu. Ibarat bangunan, fondasi dan batu batanya sudah diletakkan oleh orang-orang terdahulu. Dimensi kini hanya kemungkinan ada karena adanya masa lampau. Karena itu, sejarah merupakan cermin bagi generasi penerus agar bisa menbaca diri, mana catatan yang perlu dibuang dan mana yang perlu diteruskan dan dikembangkan. Tetapi kita tidak perlu romantisme pada sejarah dan hanya terpaku pada kejayaan masa lalu. Keberadaan sekarang dan prospektif masa mendatang senantiasa perlu mendapat perhatian. Bukankah waktu pada dasarnya adalah serentetan peristiwa?
Islam mengajarkan tentang keyakinan adanya hari akhirat sebagai kesatuan waktu antara masa lampau dan kini. Ini menunjukkan bahwa umat Islam diajarkan ten-tang kebiasaan bertanggung jawab terhadap setiap sesuatu yang dilakukan, dan masa pertanggungjawaban yang to¬tal hanya akan terjadi di hari akhirat nanti di hadapan Sang Pencipta. Maka ada pengertian Khusnul khotimah (akhir yang baik) sebagaimana firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur'an, "Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik hagimu daripada permulaan. "(QS- 93: 4).
Dengan demikian ajaran-ajaran Allah SWT telah berujud sejarah sejak para nabi dan rasul memasyarakatkannya. Dan kita menjumpai bahwa catatan sejarah yang dipelajari tidak lepas dari adanya sentuhan-sentuhan lokal. Ini mengisyaratkan bahwa ajaran-ajaran Allah yang sifat-Nya universal ternyata pada proses pengamalannya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh lokal. Dan ini yang disebut sebagai ketegangan kreatif.
Pada dasarnya sejarah yang sudah ditorehkan oleh umat-umat terdahulu merupakan perwujudan tauhid. Sehingga ada pedoman penilaian terhadap suatu perilaku yang dikenal dengan moral, budi pekerti atau akhlak. Dewasa ini, moral atau akhlak yang menjadi perbincangan dan perhatian banyak orang adalah yang berkaitan dengan perilaku pribadi seseorang, sedangkan perilaku seseorang yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan kurang mendapat perhatian. Sebagaimana diketahui, bahwa kita sangat mudah mengecam seseorang yang memiliki perilaku jelek, namun hati kita kurang terketuk ketika melihat kesengsaraan yang dialami seseo¬rang atau sekelompok masyarakat, baik karena kemiskinan yang mencekik lehernya, didialimi, digusur, tidak mendapatkan keadilan, dan sebagainya.
Tampaknya, perujudan tauhid kita masih lebih terarah pada moral pribadi, belum sampai untuk mengimplementasikan diri dalam membantu memecahkan persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan tauhid sosial masih jauh dalam kehidupan sehari-hari kita. Bila cara terbaik bagi orang beragama adalah berupaya meneladani sifat-sifat Allah, maka ada lima sifat Allah, yaitu Penyayang, Merigetahui, Pengampun, Bijaksana dan Kuasa, yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan pribadi dan bersosialisasi dengan masyarakat luas.
Di sini akan diuraikan dua sifat Allah, Penyayang dan Mengetahui, yang perlu diadopsi oleh umat manusia. Sifat penyayang yang dimensinya sangat luas seharusnya dimiliki oleh setiap individu muslim untuk dijadikan sumber perilaku kehidupan sehari-hari. Sifat ini berlaku terhadap sesama muslim dan umat manusia pada umum-nya, bahkan bisa juga terhadap hewan, tumbuh-tumbuh-an dan alam semesta. Implementasinya, hams berbentuk sebuah sistem yang bisa dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan kasih sayang sesama muslim bisa diujudkan ke dalam sebuah lembaga sosial atau kerja sama di bidang ekonomi. Dewasa ini, semua aktivitas yang bernuansa massal harus berujud organisasi, karena skala persoalan yang dihadapi umat manusia sangat banyak, kompleks dan solusinya tidak mungkin diatasi secara individual. Pemecahan masalah lewat organisasi akan diperoleh sebuah solusi yang lebih baik dan bijak-sana.
Sifat penting kedua adalah mengetahui. Umat manusia untuk memiliki "sifat mengetahui" hendaknya selalu bisa mengasah semua potensi dan kemampuan yang dimiliki, terutama nalar, intuisi dan hati nurani. Kemampuan ini yang disebut penguasaan ilmu pengetahuan yang kemudian berkembang menjadi sains atau teknologi canggih yang dijadikan alat yang sangat ampuh oleh umat manusia untuk memahami fenomena alam dan untuk merubah nasib hidupnya ke derajat dan martabat yang lebih tinggi. Sedangkan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengembangkan rasa ingin tahu dalam jumlah massal adalah lembaga pendidikan. Dari sisi ini, diakui atau tidak, umat Islam sangat ketinggalan jauh dibandingkan umat lainnya. Karena itu, diperlukan perhatian dan usaha yang lebih giat dari berbagai pihak terkait untuk dapat meneladani sifat Maha Tahun Allah SWT. Tentu saja, ada sifat lainnya yang dinilai juga penting seperti sifat bijaksana, tetapi hal ini dapat dikembangkan sendiri melalui proses sosialisasi dengan masyarakat luas.

0 komentar:

Cari Info lainnya di sini :

Gabung Yuk ...

Related Post :

Technology in Education from MagPortal.com