Cara Website Pemula

Custom Search

Pendidikan Anak dalam Agama Islam

Oleh Agus Asrul Sani

Dalam hal pemeliharaan anak sama halnya dengan hadhanah yang berasal dari kata arab “Hidahan”, yang memiliki arti ; Lumbung, dan seperti kata: Hadhanah ath-thaairu baidhahu yang memiliki arti : burung itu mengempit telur di bawah sayapnya, begitu pula dengan seorang permpuan (Ibu) yang mengempit anaknya.

Dan para fuqoha mendefenisikan bahwa hadhanah ialah suatu pemeliharaan anak-anak yang masih kecil laki-laki atau perempuan atau yang sudah besar, tetapi belum Tamyi, tanpa perintah padanya, menyediakan suatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari suatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan akalnya agar mempu berdiri sendiri menghadi hidup dan memikul tanggung jawabnya.”

Mengasuh anak yang masih kecil hukumnya wajib sebab jika kita mengabaikannya berarti kita tinggal menunggu kepada bahaya kebinasaan.Hadhanah adalah kewajiban hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusan dan orang yang mendidiknya. Dan ibunyalah yang memberikan peranan yang seperti ini karena rosulullah bersabda:”Engkau (ibu) lebih berhak terhadapnya (anak)”.

Dari kesemua itu maka wajiblah seorang ibu untuk mengasuh anaknya hingga dewasa dan jika ternyata hadhananya bisa ditangi oleh orang lain maka boleh saja akan tetapi diawali terlebih dahulu dengan menjadikan sebuah kesepakatan oleh ibu kandungnya, jika memang ibu kandungnya tidak merelakan anaknya diasuh oleh orang lain maka gugurlah kekadhanahan tersebut, karena nenek sumpanya juga punya hak hadhanah (mengasuh).

Dalam pendidikan yang paling penting ialah anak kecil dalam pangkuan ibu-bapaknya, karena dengan pengawasan dan perlakuan mereka kepadanya secara baik akan menumbuhkan jasmani dan akalnya, membersihkan jiwanya serta mempersiapkan diri anak untuk menghadapi kehidupannya di masa yang akan datang, karena padahal ibu lebih berhak terhadap anak daripada ayahnya.

Kenapa seperti itu,ibu diutamakan dialah yang berhak menyusui dan lebih mengetahui dan lebih mampu mendidiknya. Juga ibu memiliki rasa kesabaran untuk melakukan tugas-tugasnya yang tidak dimiliki ayahnya, ibu juga lebih memiliki waktu untuk melakukan pengasuhanan terhadap anaknya itu, dimana ada hadits yang menyatakan bahwa: Dari Abdullah bin Amr, bahwa seorang perempuan bertanya:”ya Rosulullah, sesungguhnya bagi anak laki-lakiku ini perutkulah yang menjadi benjananya, lambungku yang menjadi pelindungnya dan tetekku yang menjadi minumannya. Tetapi tiba-tiba ayahnya merasa berhak untuk mengambilnya dariku,”Maka sabdanya:”Engkau lebih berhak terhadapnya, selama engkau belum kawin dengan orang lain.”
Walau ada hal dalam urutan-urutan orang yang berhak dalam mengasuh, maka ibulah yang paling pertama melihat hadist diatas adapun pendapat para ahli fiqih bahwa pihak ibulah yang paling didahulukan dari pada krabat ayahnya dan urutan-urutannya sebagaimana berikut : Ibu, jika ada sesuatu hal yang kurang mampu maka berpindahlah ketangan ibunya ibudan keatas.jika ada suatu halangan maka berpindahlah ketangan ayahnya , kemudian saudara perempuannya sekandung, kemudian saudara perempuannya seibu, kemudian saudara perempuannya seayah, kemudin keponakan perempuan sekandung, lalu kepenakannya seibu, kemudian saudara perempuan ibu yang sekandunglalu saudara perempuan ibu yang seibu, lalu saudara perempuan ibu seayah, kemudian keponakan perempuan ibu seayah, lalu anak perempuan saudara laki-lakinya sekandung, lalu saudara laki-lakinya seayah, kemudian bibi dari ibu, lalu dari bibi ibu yang seibu, lau dari bibi ibu yang seayah, lau bibinya ibu dari ayah ibu, lalu dari bibinya ayah dari ayahnya ayah. Nagitulah urutan-urutan yang dapat mengasuh anak lebih didahulukan yang sekandung dari masing-masing keluarga ibu dan ayah.
Dan juga harus memiliki beberapa syarat-syarat juga dalam hal ini karna itu semua akan membawa ketergantungan si anak nanti, antara lain persyaratannya sebagaimana berikut:
1. Berakal sehat
2. Dewasa
3. Mempu mendidik
4. Amanah dan berbudi
5. Islam
6. Ibunya belum kawin lagi
7. Merdeka
Putusnya Perkawinan
Dalam putusnya perkawinan berarti sudah dalam keadaan berkeluarga akan tetapi disini saya menyamakannya dengan bahsa yang taka sing lagi bagi umat islam yaitu talak, sedangkan talak itu berasal dari bahasa arab “ithlaq” yang memiliki arti “ melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah agama “talak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.”
Dalam kelanggengan kehidupan rumah tangga merupakan tujuan yang sangat diinginkan oelh umat islam akad nikah diadakan adalah unutk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia agar suami dan istri dapat menjadikan sebuah kehidupan yang mewujudkan kehidupan rumah tangga tempat berlindung, menikmati rasa kasih saying dan dapat memelihara anaknya hingga tumbuh dewasa dengan pertumbuhan yang baikbahwa ikatan antara suami dan istri itu adalah ikatan paling suci dan paling kokoh dan tiadk ada dalil-dali yang secara merinci mengenai kesucian berkeluarga kecuali dari Allah SWT sendiri, yang menjadi ikatan antara suami dan istri dengan “mitsaqun-ghalizhun” artinya “Perjanjian yang kokoh”.dalam ayat Al-qur’an surat An Nisa :21 Allah berfirman :“….dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kamu sekalian perjanjian yang kuat”.
Siapa saja yang mau merusak hubungan antara suami dan istri oleh islam dipandang telah keluar dari islam dan tidak punya tempat terhormat dalam islam kerena seakan-akan menyepelekan atas perjajanjian yang telah disepakati pada saat perkawinan (akad nikah) dalam hal ini dalam sabda Rosulullah :”Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rosulullah saw. Bersabda:”Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Azza wajalla ialah talak”( H.R.Abu Daud dan Hakim dan disahkan olehnya). Dalam hal para ahli fiqih berbeda pendapat dan pendapat yang paling benar dalam hal ini dia antara semua pendapat itu mengatakan “terlarang”.








Akibat Putusnya Perkawinan
Dalam persoalan ini banyak putusnya dalam perkawinan mengakibatkan banyak kerugian terhadap kedua belah pihak antara suami dan istri terlebih lagi akibat dari kesemuanya itu adalah anak yang menjadi imbas, terlebih lagi dalam melakukan pembagian harta gono-gini yang menjadi rebutan yang mungkin akan menimbulkan bencana yang paling besar. Atau bahkan tidak melaksanakan apa yang telah dianjurkan oleh agama islam yang menjadi kewajiban dan hak suami dan istri tidak dijalankan dengan sebaik-baiknya sehingga yang akan timbul adanya kegoncangan dalam rumah tangga dan mengakibatkan keruntuhan.
Biasanya yang paling mendasar terjadinya putusnya perkawinan adalah pemberian nafkah yang kurang, dan perbedaan karakter dan pendapat dikedua belah pihak.

Rujuk
Yang dimaksud dengan rujuk adalah “mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan.”
Perceraian ada tiga cara :
1. Talak bain kubra ialah laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak boleh menikah lagi dengan mantan istrinya kecuali sudah menikah lagi dengan laki-laki lain.
2. talak bain sugra ialah suami tidak sah untuk rujuk lagi, tapi boleh menikah lagi baik dalam masa iddah atau habis masa iddahnya.
3. Talak raj’i ialah bagi sang suami boleh rujuk kembali kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.

Hukum Rujuk itu ada beberapa hal diantaranya:
A. Wajib, jika suami menelak salah seorang istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
B. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri.
C. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya
D. Jaiz (Boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli
E. Sunat, jika suami ingin memperbaiki keadaan istrinya, atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya.
Adapun rukun Rujuk antara lain:
1) Istri
2) Suami
3) Saksi
4) Sigat (lafaz)
Rujuk dengan perbuatan memiliki pemahaman yang berbeda-beda dalam pemahaman ulama, Syafe’I berpendapat berpendapat tidak sah.

0 komentar:

Cari Info lainnya di sini :

Gabung Yuk ...

Related Post :

Technology in Education from MagPortal.com